Rabu, 20 Oktober 2010

Ibarat Kentut

Kadang keinginan menulis sama seperti hasrat membuang gas domestik.
Pengeeeennn banget, tapi kadang tertahan.
Entah karena terlalu banyak yang ingin diceritakan tapi bingung nulisnya (yang sama artinya dengan perasaan tak menentu-perasaan tak menentu tidak selalu negatif).
Entah karena cuma gatel karena pengen menuh-menuhin blog (ini paling gak penting).

Beberapa waktu belakangan ini gue selalu mendapati diri dalam keadaan setengah wat, sisa tenaga cuma cukup untuk cuci muka sikat gigi, ganti baju, cek sms yang gak terbalas (kadang niat luhur ingin balas, tapi sering gak terwujud), lalu ketiduran serta merta sambil pegang hp kalo gak kacamata yang masih nempel di muka.
Curi-curi waktu blogwalking di kantor (ce elah kantor), kadang lumayan juga.
Tapi deg-degan kalo ada yang buka pintu, serasa jadi maling jemuran.

Seperti hari ini, akhirnya gue mendapatkan jawaban atas kegalauan hati yang merongrong beberapa waktu belakangan ini, gue pengen banget nulis ini di blog.
Tetap dengan predikat "bencong" yang gue sandang.
Akhirnya gue mendapat jawaban mengapa gue begitu, gue ulangi.. membencong.
Tapi gue bingung gimana nulisnya.
Ditambah gue sedang sedikit gerah sama urusan menulis beberapa waktu belakangan.

Ini tentang bagaimana gue menghargai sosok laki-laki di kehidupan gue sehari-hari.
Betapa sulitnya itu gue lakukan.
Ini tentang gue yang memilah siapa yang ingin gue hargai dan tidak.
Ini tentang apa yang gue lakukan yang kemudian menyakiti orang lain.
Ini tentang bagaimana akhirnya gue kena batunya.

Nah, gue gak tau lagi apa yang mau ditulis.
Hari Minggu, di Kupas Tuntas kali ini, gue percaya banyak yang bisa gue tulis.
Pasti ini akan terjawab lagi dan gue pasti berubah.
Gue mau.

Ibarat kentut, pasti enak banget.

*tuutttt!*
legaaaa.....


(tulisan gak jelas)

1 komentar:

  1. mau donk, dibagi kentutnya (*lhoo* agak jijik jadinya. hahahaa)

    ceritaaaaaaaaaa!

    BalasHapus